Praktik Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar, Red), semakin menggila, pasalnya seiring dengan semakin mudahnya aktivitas ilegal ini berlangsung tanpa gangguan berarti dari aparat penegak hukum. Di balik keramaian aktivitas PETI yang mengancam kelestarian alam dan merugikan negara, para pelaku mafia PETI seolah-olah dibiarkan bebas beroperasi tanpa rasa takut sedikitpun oknum oknum tersebut.
Kalbar, CupakNews.com | Selama beberapa bulan terakhir, aktivitas PETI di sejumlah wilayah di Kabupaten Ketapang, terutama di kawasan lokasi Padang Kuning 1, Kecamatan Matan Hilir Selatan, semakin meluas.
Bahkan, informasi yang di himpun dari beberapa laporan menunjukkan bahwa, para penambang ilegal ini kini bekerja dengan peralatan yang lebih modern dan jumlah tenaga kerja yang semakin banyak. Ironisnya, para mafia PETI yang mengendalikan jaringan ini seakan tidak pernah tersentuh hukum.
Berdasarkan pengamatan dan laporan dari masyarakat setempat, para penambang ilegal beroperasi siang hari, tanpa hambatan. Mereka menambang emas secara brutal, menggali, dan merusak dengan alat berat berbagai jenis.
Aktivitas ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga menyebabkan kerusakan yang sangat serius alam sekitar dan akan berdampak pada kehidupan.
Saat awak media mendatangi lokasi pertambangan emas ilegal (PETI) di lokasi Padang Kuning 1, awak media menjumpai warga bernama Pak Gomen selaku perental alat berat di lokasi tersebut, menurut Gomen alat berat tersebut milik Jai.
Informasi yang diperoleh di lapangan terdapat 2 unit alat berat milik Jai yang beroperasi di lokasi tersebut. Namun yang sangat disayangkan adalah ketidakhadiran tindakan nyata dari aparat penegak hukum, seperti Kepolisian dan Pemerintah Daerah yang seolah tidak melihat apa yang terjadi di lapangan.
Beberapa sumber menyebutkan adanya dugaan keterlibatan oknum dalam melindungi para mafia PETI, dengan imbalan tertentu. Mereka dilaporkan mendapat “jatah” dari hasil penambangan emas ilegal tersebut, sehingga mereka tidak mengambil tindakan yang tegas alias mandul.
Sumber yang enggan disebutkan namanya, seorang warga yang aktif menentang PETI, mengungkapkan bahwa “Para mafia ini sudah begitu kuat. Mereka bukan hanya menambang, tapi juga mengatur siapa yang boleh menambang dan siapa yang tidak. Kalau tidak mau mengikuti aturan mereka, bisa dipastikan bisnis PETI di sana tidak akan berjalan lancar. Aparat? mereka cuma pura-pura tidak tahu atau bahkan ikut terlibat,” terangnya.
Di sisi lain, pemerintah daerah Kabupaten Ketapang juga terlihat tidak berdaya dalam menghadapi masalah ini. Dugaan adanya keterlibatan oknum-oknum dalam pemerintahan, baik di tingkat lokal maupun provinsi, semakin menguat.
Mereka diduga mendapat “keuntungan” dari maraknya PETI yang merusak lingkungan tersebut. Keuntungan yang didapat dari pemotongan hasil emas ilegal atau bahkan suap untuk membiarkan praktik PETI terus berjalan.
Tak hanya soal hukum dan ekonomi, dampak sosial dan lingkungan akibat PETI juga semakin meresahkan. Aktivitas penambangan ilegal ini menyebabkan kerusakan hutan yang sangat parah, mengancam kehidupan satwa liar, dan merusak kualitas air yang menjadi sumber utama kehidupan bagi banyak warga.
Bahkan, di beberapa daerah, warga yang tidak terlibat dalam PETI kesulitan mendapatkan air bersih akibat kerusakan sungai yang tercemar merkuri. Penyalahgunaan merkuri dalam proses pengolahan emas juga telah menjadi masalah besar di Ketapang.
Proses ini tidak hanya mencemari sungai, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar area penambangan. Banyak warga yang mengeluhkan masalah kesehatan, mulai dari gangguan pernapasan hingga kerusakan sistem saraf akibat paparan merkuri yang tidak terkendali.
Dengan adanya dugaan kuat terkait keterlibatan oknum aparat dan pejabat daerah dalam jaringan mafia PETI, pertanyaan besar pun muncul, Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar? Mengapa mafia PETI bisa dengan mudah melenggang tanpa rasa takut, sementara kerusakan lingkungan dan sosial semakin memburuk?
Keterlibatan mafia dalam PETI tidak hanya merugikan masyarakat lokal dan merusak lingkungan, tetapi juga mencoreng citra pemerintah dan aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi kepentingan rakyat. Pemerintah pusat dan aparat penegak hukum perlu mengambil langkah tegas untuk membersihkan praktik ilegal ini dan memberi sanksi keras kepada semua pihak yang terlibat.
Namun, selama aparat penegak hukum dan pemerintah daerah terus berpura-pura tidak tahu atau bahkan terlibat dalam praktik ini, maka masalah PETI di Kabupaten Ketapang akan terus merajalela, dan semakin banyak kerusakan yang akan ditinggalkan bagi generasi mendatang. (Laporan : M.Denny/Red)