30.1 C
Jakarta

Published:

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana kredit bank milik negara, yang menyeret Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto. Dua nama lainnya adalah mantan pimpinan bank pelat merah yang diduga turut memuluskan pencairan dana kredit secara melawan hukum.

Jakarta | Dalam konferensi pers terkait Sritex ini, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkap bahwa tersangka lain yang turut terlibat ialah, Zainuddin Mappa, Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, dan Dicky Syahbandinata, mantan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB, Rabu (21/05/2025).

Modus: Kredit Besar di Tengah Kerugian Besar
Kasus ini bermula dari kejanggalan dalam laporan keuangan Sritex tahun 2021, yang mencatat kerugian sebesar USD 1,08 miliar (sekitar Rp 15,65 triliun). Padahal di tahun sebelumnya, perusahaan tekstil raksasa ini masih membukukan keuntungan sebesar USD 85,32 juta (sekitar Rp 1,24 triliun).

Situasi keuangan yang memburuk itu menjadi dasar Sritex mengajukan pinjaman ke berbagai bank, termasuk Bank DKI dan Bank BJB. Namun, dalam prosesnya, diduga terdapat pelanggaran hukum dalam pemberian kredit dari dua bank tersebut, yang masing-masing mengucurkan, Rp 149 miliar dari Bank DKI dan Rp 543 miliar dari Bank BJB

Tidak Ada Jaminan, Risiko Gagal Bayar Tinggi
Menurut Kejagung, kedua bank mengabaikan prinsip kehati-hatian perbankan. Pemberian kredit dilakukan tanpa analisis kelayakan memadai dan melanggar SOP internal serta ketentuan perbankan nasional.

“Padahal dari hasil penilaian lembaga peringkat, Sritex hanya meraih rating BB-, artinya berisiko tinggi gagal bayar. Namun kredit tetap diberikan, bahkan tanpa jaminan, yang seharusnya hanya boleh diberikan pada debitur berperingkat A,” ujar Qohar.

Negara Rugi Rp 692 Miliar
Akibat kredit bermasalah ini, Sritex menunggak cicilan hingga mencapai Rp 3,5 triliun pada Oktober 2024. Dari jumlah itu, kerugian negara akibat penyalahgunaan kredit dari Bank DKI dan BJB ditaksir mencapai Rp 692 miliar.

Ketiga tersangka kini telah ditahan dan dijerat dengan, Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.

Kejagung menegaskan bahwa kasus ini menjadi peringatan serius atas lemahnya kontrol perbankan terhadap nasabah korporasi besar, serta pentingnya penegakan prinsip kehati-hatian demi mencegah pembobolan sistem keuangan negara. (***)

FOLLOW US

6,345FansLike
5,780FollowersFollow

Related articles

Recent articles