27.6 C
Jakarta

Published:

Dunia maya kembali memperlihatkan sisi tergelapnya. Di balik tirai algoritma dan nama-nama samaran, sekelompok pengguna Facebook menjalankan aktivitas menyimpang dan mengerikan yang merusak tatanan hukum dan moral.

Jakarta | Grup Facebook bertajuk “Fantasi Sedarah”, yang belakangan berganti nama menjadi “Suka Duka”, bukan hanya sekadar tempat berbagi konten tak senonoh. Ia adalah bagian dari jaringan distribusi konten pornografi—yang melibatkan anak-anak, dilakukan oleh anak-anak, dan menjual anak-anak sebagai komoditas.

Awal Terbongkar: Di Balik Nama “Fantasi Sedarah”
Penyelidikan terhadap grup Facebook ini dimulai setelah muncul laporan masyarakat dan pantauan intensif dari Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya. Di bawah asistensi Direktorat Siber Bareskrim Polri dan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak, tim gabungan menelusuri jejak digital yang membawa mereka pada grup dengan nama mencolok: Fantasi Sedarah.

“Nama grup tersebut sekarang berubah menjadi ‘Suka Duka’. Tapi hasil pendalaman digital forensik menunjukkan nama aslinya memang ‘Fantasi Sedarah’,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, Jumat (23/05/2025).

Motif di balik pergantian nama belum dijelaskan secara resmi. Namun investigasi awal menyebut, perubahan dilakukan untuk menghindari deteksi pasca-viral di media sosial. Ironisnya, justru perubahan ini memperkuat kecurigaan penyidik.

Facebook
Ilustrasi (JC/CN)

Penangkapan dan Peran Pelaku
Tim gabungan akhirnya menangkap enam tersangka dari berbagai provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bengkulu. Mereka adalah, MR (admin dan kreator grup),DK, MS, MJ, dan MA (kontributor aktif), dan KA (peran masih dalam pendalaman)

Dari tangan MR, polisi menyita 402 gambar dan 7 video berkonten pornografi, sebagian besar melibatkan anak di bawah umur. Fakta mengejutkan lainnya, salah satu tersangka adalah anak laki-laki di bawah 18 tahun, bukan hanya sebagai korban, tetapi pelaku aktif distribusi dan penjualan konten.

“Anak tersebut menjual konten dengan harga Rp 50 ribu untuk 3 video atau gambar, lalu langsung memblokir pembeli. Dia juga mengiklankan kontennya di 144 grup Telegram,” ungkap Brigjen Ade Ary.

Berita Terkait : https://cupaknews.com/terungkap-jaringan-gelap-grup-facebook-fantasi-sedarah-dan-suka-duka/

Dalam penggerebekan, petugas menemukan metode transaksi rapi dan sistematis. Konten ditawarkan di grup Facebook, lalu pembeli diarahkan ke WhatsApp atau Telegram. Setelah pembayaran dilakukan, konten dikirim, kemudian pelaku menghilang tanpa jejak.

Para tersangka kini dijerat dengan pasal berlapis dari UU ITE No. 1/2024, UU Pornografi No. 44/2008, UU Perlindungan Anak No. 35/2014 dan UU TPKS No. 12/2022 dengan ancaman hukuman mencapai 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 6 miliar.

Bahkan, menurut Dirtipid PPA-PPO Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah, sanksi bisa lebih berat karena melibatkan anak sebagai pelaku sekaligus korban, dan dilakukan dalam jaringan yang luas.

“Dalam perkara ini, korban lebih dari satu, dan pelakunya melibatkan anak. Ini bisa memberatkan vonis,” tegas Nurul.

Jejak Kejahatan yang Terorganisir
Polisi mengungkap bahwa grup tersebut telah beroperasi dalam jangka waktu lama dan terus berganti nama dan bentuk untuk menghindari pelacakan. Sifat tertutup grup, sistem referral antaranggota, serta penggunaan akun anonim membuat penyelidikan cukup menantang. Namun dengan digital forensik dan pelacakan server, titik-titik lemah akhirnya ditemukan.

Kejahatan Seksual Digital: Ancaman Baru di Rumah Kita Sendiri
Kasus ini bukan sekadar soal pornografi online. Ia memperlihatkan bagaimana anak-anak bisa menjadi produsen sekaligus korban kejahatan seksual digital. Mereka terdorong oleh uang, tekanan, atau manipulasi, dan akhirnya menjadi bagian dari lingkaran yang tak mudah diputus.

Para pelaku tidak hanya melanggar hukum, tetapi merusak masa depan generasi muda, dengan menjadikan eksploitasi sebagai sesuatu yang “biasa”. (***)

FOLLOW US

6,345FansLike
5,780FollowersFollow

Related articles

Recent articles