16.3 C
New York

Greenpeace Bongkar Dugaan Gurita Gelap Grup RGE

Published:

Greenpeace International baru saja menjatuhkan bom investigatif yang mengguncang panggung korporasi sumber daya alam Indonesia. Dalam laporan berjudul Under The Eagle’s Shadow, organisasi lingkungan global ini mengungkap dugaan adanya “kerajaan bayangan” di balik Grup Royal Golden Eagle (RGE), milik taipan kawakan Sukanto Tanoto, salah satu konglomerat paling berpengaruh di Asia Tenggara.

Jakarta | Laporan ini menyasar 194 perusahaan berbasis di Indonesia dan 63 entitas induk yang disembunyikan di balik tirai yurisdiksi kerahasiaan alias secrecy jurisdictions, seperti British Virgin Islands dan Singapura. Perusahaan-perusahaan ini tidak secara resmi diklaim sebagai bagian dari RGE, namun menurut Greenpeace, semuanya memiliki jejak digital dan struktural yang mengarah ke RGE/Tanoto.

“Perusahaan-perusahaan ini seperti bayangan—tidak terlihat, tapi menggerakkan segalanya,” kata Refki Saputra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Dengan kontrol tersembunyi, grup ini diduga dapat menghindari tanggung jawab atas deforestasi, perusakan lahan gambut, hingga potensi pelanggaran HAM di kawasan adat dan masyarakat lokal.

“Kalau hutan ditebang diam-diam oleh tangan yang tak bernama, siapa yang bertanggung jawab?” — Kiki Taufik, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia.

Jejak Perusakan: Dari Habitat Orangutan Hingga Kawasan Suaka
Greenpeace menyebut, dua dari perusahaan kayu dalam jaringan ini menjadi aktor utama perusak hutan di Indonesia pada 2022 dan 2023, sementara satu perusahaan sawitnya menduduki peringkat kedua penebang hutan terbesar pada 2023.

Beberapa perusahaan bahkan beroperasi di dalam kawasan suaka margasatwa, dan ada yang mengubah habitat orangutan menjadi kebun monokultur.

Selama awal 2021 hingga Mei 2024, investigasi mencatat sedikitnya 68.000 hektare hutan dibabat di konsesi yang diduga dikendalikan oleh RGE/Tanoto. Dari angka tersebut, 36.000 hektare berada di lahan gambut—ekosistem vital yang menyimpan cadangan karbon dunia dan sumber hidup masyarakat lokal.

Laporan ini juga menyoroti pembangunan infrastruktur pabrik baru yang berpotensi membuka babak baru deforestasi masif, termasuk Pabrik kelapa sawit baru di Kalimantan. Mega proyek pabrik pulp di Kalimantan Utara, yang digadang-gadang bakal menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.

“Pembangunan seperti ini membuka”pintu belakang” bagi deforestasi baru,” tegas Refki.

Sempat menurun karena kampanye masyarakat sipil dan tekanan pasar global, laju deforestasi kini naik lagi. Penyebabnya? Dugaan utama, penggunaan perusahaan bayangan oleh grup-grup besar untuk menghindari komitmen bebas deforestasi.

“Konsumen global sudah menolak produk dari hasil tebang hutan. Tapi grup-grup korporat seperti RGE tetap ingin untung besar—dengan sembunyi-sembunyi,” ungkap Kiki Taufik, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia.

Menyalakan Lampu ke Dalam Bayangan
Greenpeace menggunakan metode Shining Light on the Shadows, membedah susunan pemegang saham, koneksi kepemilikan, hingga persilangan direksi antara perusahaan-perusahaan terafiliasi.

Temuan mereka, RGE/Tanoto punya struktur bayangan yang memungkinkan mereka tetap mengakses pasar global yang mengharuskan produk “bebas deforestasi”, sambil tetap membuka lahan lewat anak-anak perusahaan tak bernama.

RGE Membantah, Greenpeace Menantang
Dalam pernyataan resminya, RGE membantah semua tuduhan dan menyatakan tidak memiliki hubungan dengan perusahaan-perusahaan yang dimaksud. Namun, Greenpeace menilai bantahan RGE tak menyentuh substansi temuan.

“Kalau mereka bersih, kenapa tak buka semua kepemilikan? Mengapa harus pakai struktur rumit di negara-negara surga pajak?” ujar Refki.

Greenpeace menyerukan kepada Merek global harus memutus rantai pasok dari grup-grup tak transparan. Forest Stewardship Council (FSC) harus menyelidiki perusahaan-perusahaan dalam laporan ini dan meninjau kembali proses remedi terhadap APRIL (anak usaha RGE).

Pemerintah Indonesia harus membuka data kepemilikan korporasi, menegakkan transparansi, dan menghentikan praktik perusahaan bayangan.

“Rakyat berhak tahu, siapa yang sebenarnya memutuskan hutan ini akan tetap hijau atau menjadi abu,” pungkas Refki. (***)

Sumber : Greenpeace


🔍 Punya Informasi? Suarakan Kebenaran!

Jika Anda memiliki informasi tambahan, bukti, atau pengalaman terkait dugaan deforestasi, penyalahgunaan perusahaan bayangan, atau aktivitas grup korporasi besar yang merugikan lingkungan dan masyarakat, jangan ragu untuk menghubungi redaksi Cupaknews.com.

📩 Kirimkan email ke: redaksi@cupaknews.com
🔐 Identitas Anda akan kami jaga kerahasiaannya.


🌳 Hentikan Pembabatan Hutan, Mulai dari Kamu!

Krisis iklim bukan mitos, dan hutan Indonesia bukan lahan bebas tebang. Jika Anda peduli terhadap kelangsungan hutan, satwa liar, dan kehidupan masyarakat adat, dukung kampanye pelestarian hutan bersama Greenpeace Indonesia.

📢 Kunjungi greenpeace.org untuk info selengkapnya dan cara beraksi.
📝 Petisi, edukasi, atau donasi—setiap langkah kecil punya dampak besar.


Related articles

Recent articles

spot_img