Dugaan korupsi dalam proyek pengadaan Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek makin menguak sisi gelap tata kelola anggaran digitalisasi pendidikan. Kini, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi memanggil ulang tiga mantan Staf Khusus eks Mendikbud Nadiem Makarim, masing-masing berinisial JT, FH, dan I.
Jakarta | Ketiganya sebelumnya mangkir dari panggilan penyidik. Pekan depan, mereka dijadwalkan dipanggil kembali. Bila mangkir dua kali, potensi jemput paksa terbuka lebar.
“Minggu depan akan dipanggil ulang. Nanti kita update,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Jumat, 6 Juni 2025.
Karena mangkir, Ditjen Imigrasi sudah diminta memberikan status pencegahan bagi ketiga mantan Stafsus tersebut. Kejagung ingin memastikan mereka tidak kabur ke luar negeri di tengah proses hukum yang mulai memanas.
Kasus ini resmi naik ke penyidikan sejak 20 Mei 2025. Dugaan korupsi mengemuka dalam proyek Bantuan Peralatan TIK untuk sekolah dasar, menengah, dan atas. Proyek dipaksakan harus pakai Chromebook (OS Chrome), Padahal, hasil uji coba 1.000 unit Chromebook tahun 2019 sudah menunjukkan tidak efektif untuk pembelajaran
Penyebab utama akses internet di banyak daerah tidak memadai, sehingga Chromebook yang berbasis cloud malah mangkrak, ada dugaan pemufakatan jahat tim teknis pengadaan diduga diarahkan untuk “mengakali” kajian agar tetap mengunggulkan spesifikasi Chromebook
Anggaran Fantastis: Rp9,88 Triliun Dibidik
Skema pengadaan TIK ini mencakup, Anggaran Kemendikbudristek Rp3,58 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp6,3 triliun, Total Rp9,88 triliun uang rakyat berpotensi digelapkan lewat pengadaan perangkat yang secara teknis tidak cocok untuk kondisi di lapangan.
Di sisi lain, harga pengadaan per unit Chromebook diduga mark-up signifikan dibanding harga pasar.
Pertanyaan Besar, Siapa Dalang di Balik Mafia Chromebook? Dengan dugaan pemufakatan jahat dalam proses pengadaan, investigasi Kejagung berpotensi menyeret lebih banyak pihak, Siapa yang memaksa pengadaan tetap pakai Chromebook? Apakah ada vendor tertentu yang diuntungkan? Siapa yang menyusun spesifikasi teknis yang dipaksakan? Benarkah ada “tim kecil” elite yang bermain di balik proses pengadaan?
Jika terbukti, pelaku bisa dijerat dengan pasal-pasal korupsi yang diatur dalam UU Tipikor, dengan ancaman, Penjara maksimal 20 tahun, Denda hingga miliaran rupiah, Penggantian kerugian negara. (Red)
Editor: Jon Cupak