Sebuah jaringan distribusi konten pornografi yang mengerikan berhasil diungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah”, yang kemudian berganti nama menjadi “Suka Duka”, terbukti menjadi wadah penyebaran konten asusila dengan motif incest dan eksploitasi anak.
Jakarta | Grup Facebook “Fantasi Sedarah” ini dibuat pada Agustus 2024 oleh tersangka berinisial MR. Grup ini memiliki sekitar 32.000 anggota yang aktif berbagi konten pornografi, termasuk yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Setelah menjadi sorotan publik pada Mei 2025, grup ini diblokir oleh pihak berwenang pada 15 Mei 2025.
Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, menegaskan bahwa media sosial kini menjadi ruang yang sangat rawan disalahgunakan untuk menyebarkan konten pornografi, termasuk terhadap anak-anak. Pihaknya telah menindak 17 kasus dan menangkap 37 tersangka sepanjang tahun ini.

Enam tersangka telah ditangkap di berbagai daerah, yaitu DK, MR, MS, MJ, MA, dan KA. Peran mereka bervariasi, mulai dari admin grup, kontributor aktif, hingga pelaku penyebaran dan penjualan konten pornografi anak. Salah satu tersangka, DK, diketahui menjual 20 konten video atau foto seharga Rp 50.000 dan 40 konten seharga Rp 100.000.
Pihak kepolisian telah mengidentifikasi empat korban yang mengalami pelecehan seksual oleh dua tersangka, MS dan MJ. Korban termasuk anak-anak berusia 7 hingga 12 tahun, yang merupakan kerabat atau tetangga pelaku.
Berita Terkait : https://cupaknews.com/kenakalan-remaja-di-era-digital-alarm-bahaya-dari-dunia-maya/
Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 6 miliar.
Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir enam grup Facebook yang mempromosikan fantasi incest sebagai upaya melindungi anak-anak dari konten online yang berbahaya. (***)